Laki laki suku asmat sedang mengukir (foto:wikipedia) |
Nama Asmat berasal dari kata-kata
Asmat "As Akat", yang menurut orang Asmat
berarti"orang yang tepat". Selain itu, ada juga yang mengatakan bahwa
Asmat berasal dari kata Osamat yang berarti "manusia
dari pohon". Tetapi kalo menurut tetangga suku Asmat, yaitu suku
Mimika, nama Asmat ini berasal dari kata-kata mereka untuk suku "manue",
yang berarti "pemakan manusia".
Hasil ukiran kayu tradisional yang sangat khas dari suku
Asmat sangat terkenal. Beberapa ornamen / motif yang seringkali digunakan dan
menjadi tema utama adalah mengambil tema nenek moyang dari suku mereka, yang
biasa disebut mbis. Namun seringkali juga ditemui motif lain yang menyerupai
perahu atau wuramon, yang mereka percayai sebagai simbol perahu arwah yang
membawa nenek moyang mereka di alam kematian. Bagi mereka, seni ukir kayu lebih
merupakan sebuah perwujudan dari cara mereka dalam melakukan ritual untuk
mengenang arwah para leluhurnya.
Sejarah
Suku Asmat meyakini bahwa mereka berasal dari keturunan dewa
Fumeripitsy yang turun dari dunia gaib yang berada di seberang laut di belakang
ufuk, tempat matahari terbenam tiap hari. Menurut keyakinan mereka, dewa
nenek-moyang itu dulu mendarat di bumi di suatu tempat yang jauh di pegunungan.
Dalam perjalanannya turun ke hilir sampai ia tiba di tempat yang kini didiami
oleh orang Asmat hilir, ia mengalami banyak petualangan.
Dalam mitologi orang Asmat yang berdiam di Teluk Flaminggo
misalnya, dewa itu namanya Fumeripitsy. Ketika ia berjalan dari hulu sungau ke
arah laut, ia diserang oleh seekor buaya raksasa. Perahu lesung yang
ditumpanginya tenggelam. Sehingga terjadi perkelahian yang akhirnya ia dapat
membunuh buaya tersebut, tetapi ia sendiri luka parah. Ia kemudian terbawa arus
dan terdampar di tepi sungai Asewetsy, desa Syuru sekarang. Untung ada seekor
burung Flamingo yang merawatnya sampai ia sembuh kembali; kemudian ia membangun
rumah yew dan mengukir dua patung yang sangat indah serta membuat sebuah
genderang, yang sangat kuat bunyinya. Setelah ia selesai, ia mulai menari
terus-menerus tanpa henti, dan kekuatan sakti yang keluar dari gerakannya itu
memberi hidup pada kedua patung yang diukirnya. Tak lama kemudian mulailah
patung-patung itu bergerak dan menari, dan mereka kemudian menjadi pasangan
manusia yang pertama, yaitu nenek-moyang orang Asmat.
Praktik Kanibalisme
Ketika terjadi pertentangan, suku Asmat membunuh musuhnya
dan mayatnya dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan dibagikan kepada seluruh
penduduk untuk dimakan bersama. Mereka menyanyikan lagu kematian dan
memenggalkan kepalanya. Otaknya dibungkus daun sago yang dipanggang dan
dimakan. Seiring perkembangan zaman, hal ini sudah tidak pernah terjadi lagi.
Persebaran
Suku asmat tersebar dan mendiami wilayah disekitar pantai
laut arafuru dan hutan belantara di pegunungan jayawijaya. Dalam kehidupan suku
Asmat, batu sangat berharga bagi mereka dan dapat dijadikan sebagai mas kawin. Hal
ini karena tempat tinggal suku Asmat yang berada di rawa-rawa sangat sulit
menemukan batu-batu yang berguna untuk membuat kapak, palu, dan sebagainya.
Ciri Fisik
Suku Asmat memiliki ciri fisik yang khas yaitu berkulit
hitam dan berambut keriting. Rata-rata tinggi badan orang Asmat wanita sekitar
162cm dan tinggi badan laki-laki mencapai 172cm.
Mata Pencaharian dan
Makanan Pokok
Suku asmat darat, suku citak dan suku mitak mencari nafkah dengan
berburu binatang hutan seperti, ular, kasuari babi hutan dll. Mereka juga
selalu menggunakan sagu sebagai makanan pokok dan nelayan yakni mencari ikan
dan udang untuk dimakan. Kegemaran lain adalah makan ulat sagu yang hidup
dibatang pohon sagu, biasanya ulat sagu dibungkus dengan daun nipah, ditaburi
sagu, dan dibakar dalam bara api. Selain itu sayuran dan ikan bakar dijadikan
pelengkap. Namun mereka sangat sulit mendapatkan air bersih karena wilayah
mereka merupakan tanah berawa. Sehingga menggunakan air hujan dan air rawa
sebagai air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Pola Hidup
Satu hal yang patut ditiru dari pola hidup penduduk asli
suku asmat, mereka merasa dirinya adalah bagian dari alam, oleh karena itulah
mereka sangat menghormati dan menjaga alam sekitarnya, bahkan, pohon disekitar
tempat hidup mereka dianggap menjadi gambaran dirinya. Batang pohon
menggambarkan tangan, buah menggambarkan kepala, dan akar menggambarkan kaki
mereka
Cara Merias Diri
Dalam merias diri Suku Asmat membutuhkan tanah merah untuk
menghasilkan warna merah, warna putih mereka membuatnya dari kulit kerang yang
sudah dihaluskan dan warnah hitam mereka hasilkan dari arang kayu yang
dihaluskan. Mereka menggunakannya dengan mencampur bahan tersebut dengan
sedikit air untuk digunakan mewarnai tubuh.
Ada istiadat suku
asmat
Seperti masyarakat pada umumnya, dalam menjalankan proses
kehidupannya, masyarakat Suku Asmat juga mempunyai ritual atau acara-acara
khusus, yaitu :
1. Kehamilan
selama proses ini berlangsung, bakal generasi penerus dijaga
dengan baik agar dapat lahir dengan selamat dengan bantuan ibu kandung atau ibu
mertua.
2. Kelahiran
Tidak lama setelah kelahiran bayi dilaksanakan upacara
selamatan secara sederhana dengan acara pemotongan tali pusar yang menggunakan
Sembilu, alat yang terbuat dari bambu yang dilanjarkan. Selanjutnya, diberi ASI
sampai berusia 2 tahun atau 3 tahun.
3. Pernikahan
Pernikahan berlaku bagi suku Asmat yang telah berusia 17
tahun dan dilakukan oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah pihak
mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian untuk membeli wanita dengan mas
kawinnya piring antik yang berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal perahu
Johnson, bila ternyata ada kekurangan dalam penafsiran harga perahu Johnson,
maka pihak pria wajib melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang
melakukan tindakan aniaya walaupun sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.
4. Kematian
mumi suku asmat (foto:etnics.blogspot.com) |
Bila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka
jasadnya disimpan dalam bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku ini,
tetapi bila masyarakat umum, jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan
iringan nyanyian berbahasa Asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota
keluarga yang ditinggalkan.
Unik
Dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, baik kaum pria maupun
wanita melakukannya di ladang atau kebun, disaat prianya pulang dari berburu
dan wanitanya sedang berkerja di ladang. Selanjutnya, ada peristiwa yang unik
lainnya dimana anak babi disusui oleh wanita suku ini hingga berumur 5 tahun.
Rumah Adat
Rumah Tradisional Suku Asmat adalah Jeu dengan panjang
sampai 25 meter.Sampai sekarang masih dijumpai Rumah Tradisional ini jika kita
berkunjung ke Asmat Pedalaman. Bahkan masih ada juga di antara mereka yang
membangun rumah tinggal diatas pohon.
Agama
Masyarakat Suku Asmat beragama Katolik, Protestan, dan
Animisme yakni suatu ajaran dan praktek keseimbangan alam dan penyembahan
kepada roh orang mati atau patung.
Kepercayaan Dasar
Adat istiadat suku Asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa
yang berasal dari dunia mistik atau gaib yang lokasinya berada di mana mentari
tenggelam setiap sore hari. Mereka yakin bila nenek moyangnya pada jaman dulu
melakukan pendaratan di bumi di daerah pegunungan. Selain itu orang suku Asmat
juga percaya bila di wilayahnya terdapat tiga macam roh yang masing-masing
mempunyai sifat baik, jahat dan yang jahat namun mati. Berdasarkan mitologi
masyarakat Asmat berdiam di Teluk Flamingo, dewa itu bernama Fumuripitis. Orang
Asmat yakin bahwa di lingkungan tempat tinggal manusia juga diam berbagai macam
roh yang mereka bagi dalam 3 golongan.
Yi – ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama
bagi keturunannya.
Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa jenis
tertentu.
Dambin – Ow atau roh jahat yang mati konyol.
Kehidupan orang Asmat banyak diisi oleh upacara-upacara.
Upacara besar menyangkut seluruh komuniti desa yang selalu berkaitan dengan
penghormatan roh nenek moyang seperti berikut ini :
- Mbismbu (pembuat tiang)
- Yentpokmbu (pembuatan dan pengukuhan rumah yew)
- Tsyimbu (pembuatan dan pengukuhan perahu lesung)
- Yamasy pokumbu (upacara perisai)
Mbipokumbu (Upacara
Topeng)
Suku ini percaya bahwa sebelum memasuki surga, arwah orang
yang sudah meninggal akan mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa penyakit,
bencana, bahkan peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta menebus
arwah, mereka yang masih hidup membuat patung dan menggelar pesta seperti pesta
patung bis (Bioskokombi), pesta topeng, pesta perahu, dan pesta ulat-ulat sagu.
Roh-roh dan Kekuatan
Magis
Roh setan
Suku Asmat memiliki kepercayaan bahwa alam ini didiami oleh
roh-roh, jin-jin, makhluk-makhluk halus, yang semuanya disebut dengan setan.
Setan ini digolongkan ke dalam 2 kategori :
1. Setan yang membahayakan hidup.
Setan yang membahayakan hidup ini dipercaya oleh orang Asmat
sebagai setan yang dapat mengancam nyawa dan jiwa seseorang. Seperti setan
perempuan hamil yang telah meninggal atau setan yang hidup di pohon beringin,
roh yang membawa penyakit dan bencana (Osbopan).
2. Setan yang tidak membahayakan hidup.
Setan dalam kategori ini dianggap oleh masyarakat Asmat
sebagai setan yang tidak membahayakan nyawa dan jiwa seseorang, hanya saja suka
menakut-nakuti dan mengganggu saja. Selain itu orang Asmat juga mengenal roh
yang sifatnya baik terutama bagi keturunannya., yaitu berasal dari roh nenek
moyang yang disebut sebagai yi-ow
Kekuatan magis dan
Ilmu sihir
Suku Asmat juga percaya akan adanya kekuatan magis, banyak
hal -hal yang pantang dilakukan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, seperti
dalam hal pengumpulan bahan makanan seperti sagu, penangkapan ikan, dan
pemburuan binatang. Kekuatan magis ini juga dapat digunakan untuk menemukan
barang yang hilang, barang curian atau pun menunjukkan si pencuri barang
tersebut. Ada juga yang mempergunakan kekuatan magis ini untuk menguasai alam
dan mendatangkan angin, halilintar, hujan, dan topan.
Wanita Dalam
Pandangan Suku Asmat
Simbolisasi perempuan dengan Flora & Fauna yang berharga
bagi masyarakat Asmat (pohon/kayu, kuskus, anjing, burung kakatua dan nuri, serta
bakung), seperti kata Asmat diatas,menunjukkan bagaimana sesungguhnya
masyarakat Asmat menempatkan perempuan yang sangat berharga bagi mereka. Hal
ini tersirat juga dalam berbagai seni ukiran dan pahatan mereka. Namun dalam
gegap gempitanya serta kemasyuran pahatan dan ukiran Asmat. Tersembunyi suatu
realita derita para Ibu dan gadis Asmat yang tak terdengar dari dunia luar.
Perempuan Asmat sangat menanggung beban yang berat. Setiap
harinya mereka harus menyediakan makanan untuk suami dan anak-anaknya,mulai
dari mencari ikan,udang,kepiting,dan tembelo sampai kepada mencari pohon sagu
yang tua,menebang pohon sagu,menokok,membawa sagu dari hutan,memasak dan
menyajikan. Setelah itu mencuci tempat makanan atau tempat masak termaksud
mengambil air dari telaga atau sungai yang jernih untuk keperluan minum
keluarga.
ukiran kayu suku asmat yang terkenal (foto:okezone.com) |
Sementara itu kegiatan laki-laki Asmat sehari-harinya adalah
menikmati makanan yang disediakan istrinya, mengisap tembakau dan berjudi. Kadang
suami membuat rumah atau perahu, namun dengan batuan istri.
Upacara Adat
Ritual/ Upacara suku
Asmat yaitu
Ritual Kematian
Orang Asmat mengubur mayat orang yang telah meninggal. Bagi
mereka, kematian bukan hal yang alamiah. Bila seseorang tidak mati dibunuh,
maka mereka percaya bahwa orang tersebut mati karena suatu sihir hitam yang
kena padanya. Bayi yang baru lahir yang kemudian mati pun dianggap hal yang
biasa dan mereka tidak terlalu sedih karena mereka percaya bahwa roh bayi itu
ingin segera ke alam roh-roh. Sebaliknya kematian orang dewasa mendatangkan duka
cita yang amat mendalam bagi masyarakat Asmat.
Ritual Pembuatan dan
Pengukuhan Perahu Lesung
Setiap 5 tahun sekali suku Asmat akan membuat perahu-perahu
baru. Dalam proses pembuatan perahu hingga selesai, ada berapa hal yang perlu
diperhatikan. Setelah pohon dipilih, ditebang, dikupas kulitnya dan
diruncingkan kedua ujungnya, batang itu telah siap untuk diangkut ke pembuatan
perahu. Sementara itu, tempat pegangan untuk menahan tali penarik dan tali
kendali sudah dipersiapkan. Pantangan yang harus diperhatikan saat mengerjakan
itu semua adalah tidak boleh membuat banyak bunyi-bunyian di sekitar tempa itu.
Masyarakat Asmat percaya bahwa jika batang kayu itu diinjak sebelum ditarik ke
air, maka batang itu akan bertambah berat sehingga tidak dapat dipindahkan.
Upacara Bis
Upacara bis merupakan salah satu kejadian penting di dalam
kehidupan suku Asmat sebab berhubungan dengan pengukiran patung leluhur (bis)
apabila ada permintaan dalam suatu keluarga. Dulu, upacara bis ini diadakan
untuk memperingati anggota keluarga yang telah mati terbunuh, dan kematian itu
harus segera dibalas dengan membunuh anggota keluarga dari pihak yang membunuh.
Upacara pengukuhan
dan pembuatan rumah bujang (yentpokmbu)
Orang-orang Asmat mempunyai 2 tipe rumah, yaitu rumah
keluarga dan rumah bujang. Rumah bujang inilah yang amat penting bagi
orang-orang Asmat. Rumah bujang ini dinamakan sesuai nama marga (keluarga)
pemiliknya.
Rumah bujang merupakan pusat kegiatan baik yang bersifat
religius maupun yang bersifat nonreligius. Suatu keluarga dapat tinggal di
sana, namun apabila ada suatu penyerangan yang akan direncanakan atau
upacara-upacara tertentu, wanita dan anak-anak dilarang masuk. Orang-orang
Asmat melakukan upacara khusus untuk rumah bujang yang baru, yang dihadiri oleh
keluarga dan kerabat. Pembuatan rumah bujang juga diikuti oleh beberapa orang
dan upacara dilakukan dengan tari-tarian dan penabuhan tifa.
Sumber referensi :
http://www.academia.edu/7723813/Makalah_suku_Asmat_printdiakses tanggal 20 januari 2015
0 komentar:
Posting Komentar